Menghujam jantungku
Aku ingin
menceritakan sepenggal kisah tentang diriku, tentang aku yang hidup dengan
jantung seorang pria. Jantung itu selalu berdegub ketika aku sedang sedih,
ketika aku sedang sendiri. Namaku Olivia, dulu aku pengidap penyakit Jantung,entah
apa yang membuat jantungku tak bisa normal seperti orang-orang awam. Setiap
hari aku hanya bisa terkulai lemas diatas ranjang sambil menunggu ada pendonor
yang mau merelakan jantungnya untukku. Tiada hari yang istimewah untukku.
Semuanya membosankan, setiap hari aku hanya ditemani laptop, alat-alat tulis ,
gitar dan sebagainya. Hanya tulisan-tulisan dalam diariku, coretan-coretan
kecil di mana-mana, lagu-lagu ciptaanku dan semua hasil karyaku tempatku
bercurah. Aku memang bisa dibilang pandai dalam bidang tulis-menulis. Tapi aku
tak pernah ingin menunjukkan hasil karyaku kepada orang lain. Akupun memiliki
semua yang aku inginkan hanya satu yang aku tidak punya, yaitu kebahagiaan.
Suatu hari,
aku nekat keluar rumah dengan keadaanku
yang tidak stabil. Aku berjalan menyusuri jalanan mulus melewati perkomplekan
tempat aku tinggal. Belum jauh dari tempat tinggalku rasanya kaki ini sudah
mulai tak kuat menopang berat tubuhku, nafasku mulai tak beraraturan. Aku duduk
di tepi jalan, sambil membiarkan kakiku berselonjoran di tepi trotoar.
Tiba-tiba ada yang datang, dia memanggilku dari kejauhan “Oliv, Oliv !” serunya
sambil berlari menghampiriku, aku yang sedang merehatkan tubuh hanya bisa
menengok dan tak menghiraukannya. Aku lihat dia tengah berlari ke arahku, “Hai
kamu Oliv kan? Putrinya bapak Frans?” Tanyanya ketika dia sudah di hadapanku,
aku yang merasa tidak asing dengan wajahnya, namun aku lupa akan namanya segera
menjawab “Iya saya sendiri, maaf anda siapa ya?” jawabku seraya mencoba
berdiri, tapi mungkin karena tubuhku menolak hampir saja aku terjatuh untung
saja dengan sigap dia memegang tanganku agar aku tidak jatuh. “Aku fariz, apa
kamu sudah lupa? Aku teman kamu waktu di kampung dulu? Ingat ?” Jawabnya sambil
menuntunku dan membawaku kembali kerumah “Oh putranya om Heru? Iya saya ingat,
bagaimana kabarmu riz? Dan kamu sekarang tinggal dimana?” tanyaku di sela
nafasku yang ter engal-engal “Alhamdulillah,Baik kok. Kebetulan aku baru pindah
ke rumah yang berada di depan rumah kamu!”
“Eh iya kamu ngapain disina Oliv, kamu kan sedang sakit, sebaiknya kamu
istirahat dirumah, ngga baik jalan-jalan gini, apa lagi kamu sendirian!”
Sambungnya
“Aku bosan di rumah Riz, ayah dan ibuku selalu melarangku main keluar rumah,
yah akhirnya aku keluar tanpa sepengetahuan mereka, by the way, makasih ya udah
nolongin aku “ timpaku
“Iya sama-sama Liv, udah kewajiban aku buat ngejagain kamu dari dulu, iya kan J” jawabnya sambil terus menopangku
agar tidak jatuh dan mengantarku pulang.
Fariz adalah
anak dari sahabat ayahku ketika dulu kami masih tinggal di desa, dia juga yang
selalu menjagaku setiap saat. 7 tahun yang lalu kami pindah ke kota karena
kantor ayah memindahkan tempatnya bertugas. Jadi kami menetap di kota. Dan kini
Fariz ikut ke kota karena dia kuliah dan kebetulan ayahnya sedang mengembangkan
bisnis disini. Jadi dia pindah bersama keluarganya ke kota dan kebetulan
rumahnya di depan rumahku. Dia diberi amanat oleh ayahku yang kini sedang
berada di luar kota untuk bekerja. Mungkin beliau khawatir pula dengan aku.
Tapi tak apalah toh ini demi kebaikanku pula.
Sesampainya
dirumah ternyata ibu sudah menunggu di depan pintu dengan raut wajah yang
sangat tegang, ketika melihatku di bopong oleh Fariz, ibu langsung
menghampiriku dengan perasaan cemas. Fariz pun berpamitan karena harus membantu
ayah dan ibunya berbenah barang-barang. “Saya pamit bu, tadi kan baru datang,
mau bantuin Papa sama Mama dulu, besok saya kesini lagi!” seru nya “Iya nak,
terima kasih udah mengantar Olivia pulang!” Jawab ibu yang di barengi senyum
manis. “Sama-sama bu” dia melempar senyum dan berlalu. Ibu yang sedari tadi
khawatir langsung membawaku ke kamar “Kamu kemana saja Oliv, ibu khawatir sama
kamu! Kalau mau keluar bilang sama ibu, lagian kamu kan belum sehat betul
sayang” tanyanya penuh kecemasan. “Maafkan aku bu, aku kayak gini karena aku
bosan di kamar terus, aku bosan harus jalani hidup seperti ini, harus selalu
menunggu, menunggu dan menunggu. Oliv capek bu!” jawabku. Ibu lalu datang
memelukku. “Maafkan ibu nak. Maafkan ibu yang tak bisa memberimu bahagia”.
Kamipun larut dalam kesedihan.
Keesokan
harinya aku di kagetkan dengan adanya boneka kucing Doraemon yang tiba-tiba ada
di sampingku, aku lihat tiada nama pemberinya.
Tok tok tok
Terdengar
suara ketukan pintu kamarku, aku pun bangun dan membukakan pintu itu. “Pagi
manis!” suara itu mengagetkanku, dan ternyata dia adalah Fariz “Haduh Fariz,
kebiasaan deh. Ada apa?” tanyaku, “Nih buat kamu, gimana bonekanya? Suka?”
tanyanya kembali sambil memberiku sebuah bunga mawar cantik. “Oh, jadi kamu
yang ngasih aku boneka itu? Makasih ya Riz aku suka banget, tau aja kalau aku
suka banget sama doraemon J” jawabku sembari memberi senyum manis. “Iya donk aku
gak akan lupa kesukaan sahabatku yang manis ini” jawabnya sambil membalas
senyumku. Dia memandangiku lama dari biasanya, tatapan matanya berbeda dari
tatapan mata biasa. Aku yang sadar akan tatapan mata itu segera mengajaknya
masuk dalam kamar. Kami berbincang-bincang lama sekali sambil melepas rindu.
Wajar saja setelah 7 tahun kami tidak bertemu, kami sangatlah rindu. “Itu
gitar? Kamu bisa memainkannya apa?” tanyanya sambil menunjuk gitarku yang
tersandar di sisi tempat tidurku yang lain. “Bisa donk, kalo kamu?” jawabku
sambil mengangkat gitar itu dan memberikannya pada Fariz “Pasti bisa donk!Kita
nyanyi bareng yuk!” jawabnya. Kemudian dia mulai memetik satu persatu senar
gitar itu dengan lembut.
“Segenap hatiku selalu memujamu...
Seluruh jiwa ku persembahkan untukmu
Sepenuh cintaku merindukan dirimu...
seutuh gejolak membakar hatiku
seperti cahaya hadirmu di duniaku
seperti ribuan bintang yang menghujam jantungku”
“Kau membuatku merasakan indahnya jatuh
cinta
Indahnya dicintai
Saat kau jadi milikku
Kau takkan ku lepaskan
dirimu oh cintaku
teruslah kau bersemi didalam lubuk hatiku....”
Kami pun terhening
setelah menyanyikan lagu favorit kita. Ternyata lagu itu juga dia sukai.
“Ternyata lagu favorit kita sama ya Riz” Ucapku sambil melempar senyum
kepadanya
dia hanya tersenyum dan melanjutkan memetik gitarku melantunkan lagu santai
yang membuatku larut dalam iramanya.
Hari-hariku
tak lagi sepi semenjak Fariz hadir menemaniku. Dia selalu menghiburku, dia
selalu memberiku kejutan-kejutan manis. Dia seperti malaikat yang diturunkan
oleh tuhan tuk bahagiakanku. Aku tak lagi merasa sakit sendiri, dia menjadi
semangatku untuk melawan penyakit ini. Meskipun dokter belum menemukan
pendonor. Dan hidupku juga difonis tak akan lama lagi. Namun aku tak takut
karena disitu ada Fariz yang membuat hari-hariku penuh dengan kebahagiaan dan
lebih bermakna.
Suatu ketika,
Fariz di ajak oleh Papanya untuk ikut mengembangkan bisnis di luar negeri dan
menetap disana , aku ingin sekali ikut, karena aku tidak ingin kehilangannya
untuk kedua kali.
“Fariz, aku
ikut!” Teriakku sehingga membuatnya menoleh dan menitihkan air mata.
“Tidak Oliv, kamu harus disini, kamu harus menjalankan pengobatan disini, aku
mau kamu sembuh!” jawabnya. Kemudian aku menangis, dia pun menghampiriku yang
terkulai lemas berpeluh-peluh. Dan dia memelukku “Aku mencintaimu Oliv, aku
akan kembali untukmu!” Ucapnya sambil memelukku erat-erat. “Aku Juga
mencintai...mu” tiba-tiba, dadaku terasa sakit sekali rasanya aku tak bisa
menahanya,
“Akkkkhhhh”
teriakku sekenanya, entah apa yang terjadi sesaat kemudian aku tak sadarkan
diri.
Beberapa
hari kemudian aku siuman. Aku tak tahu dimana keberadaanku sekarang, orang yang
pertamakali aku lihat di sampingku ialah ibu. “Ibu aku dimana?” tanyaku dengan
suara yang sangat berat, karena aku merasa lemas sekali. “Kamu di rumah sakit
sayang, kamu telah mendapan donor jantung, kamu akan sehat kembali sayang!” ibu
melempar senyum di sela tangis bahagianya. Aku hanya bisa membalas senyum itu.
Lalu teringatku dengan Fariz.
Dimana dia? Kenapa dia tidak ada bersama keluargku dan keluarganya yang sedang
berada disini?
“Fariz dimana bu? Kok dia tidak ada disini? Apa dia benar-benar keluar negeri
meninggalkanku?” tanyaku penuh rasa ingin tahu.”Dia sudah beristirahat dengan
tenang Nak, dialah yang mendonorkan jantung buat kamu!” jawabnya. Aku yang masih
lemah hanya bisa menangis, aku mencoba berteriak namun aku tak sanggup. Aku
hanya bisa menangis, aku mencoba mengikhlaskannya.
Ibu yang
dari tadi melihatku termenung dan menangis, dia hanya bisa melihatku. “Oh iya
sayang, sebelum Fariz mendonorkan jantungnya untukmu , dia menitipkan ini pada
ibu untuk kamu!” Sambil memberikan sepucuk surat dari Fariz untukku.
“Olivia, sekarang kamu
pasti sudah sadar kan?
Alhamdulillah, aku senang mengetahui ini. Meskipun aku tak lagi bisa berada di
sampingmu lagi, tapi percayalah Oliv, jantungku akan selalu menjagamumu. Dia
yang akan menggantikanku ketika kamu sendiri, ketika kamu sedang sedih.
Dan ingatlah Oliv, ketika kamu mengingatku, jantung itu akan berdegub
Ketika kamu merasa kesepian jantung itu akan berdegub
ketika kamu merasa sedih jantung itu akan berdegub
maka kamu akan merasa kalau aku selalu ada di sampingmu walau ragaku tak
menemanimu. Dan bila kau merinduku, ambil gitarmu, lantunkan lagu Menghujam
Jantungku. Maka kau akan rasakan kehadiranku di sampingmu J
karena hanya kamu yang mampu Menghujam Jantungku J
I Love You Olivia, I Love You
Aku Mencintaimu”
Salam Kasih
Fariz
Itu pesan
terakhir yang aku dapat dari Fariz. Dan aku akan berusaha untuk selalu menjaga
jantung ini. Aku akan merawat jantung ini dengan baik.
Itu yang
selalu membuatku semangat dan terus bersyukur dengan diberikannya kesempatanku
untuk tetap menjalani hidup di dunia ini.
Terima kasih
fariz, ragaku mungkin tak lagi ada jikalau jantungmu tiada diragaku. Cintaku akan
tetap ada untukmu walau cinta kita tak bisa bersatu di dunia ini.
Dan aku akan
berjanji tuk selalu menjaga hati ini.