Psy - Gangnam Style

Jumat, 29 Agustus 2014

Menghujam jantungku



Menghujam jantungku
Aku ingin menceritakan sepenggal kisah tentang diriku, tentang aku yang hidup dengan jantung seorang pria. Jantung itu selalu berdegub ketika aku sedang sedih, ketika aku sedang sendiri. Namaku Olivia, dulu aku pengidap penyakit Jantung,entah apa yang membuat jantungku tak bisa normal seperti orang-orang awam. Setiap hari aku hanya bisa terkulai lemas diatas ranjang sambil menunggu ada pendonor yang mau merelakan jantungnya untukku. Tiada hari yang istimewah untukku. Semuanya membosankan, setiap hari aku hanya ditemani laptop, alat-alat tulis , gitar dan sebagainya. Hanya tulisan-tulisan dalam diariku, coretan-coretan kecil di mana-mana, lagu-lagu ciptaanku dan semua hasil karyaku tempatku bercurah. Aku memang bisa dibilang pandai dalam bidang tulis-menulis. Tapi aku tak pernah ingin menunjukkan hasil karyaku kepada orang lain. Akupun memiliki semua yang aku inginkan hanya satu yang aku tidak punya, yaitu kebahagiaan.
Suatu hari, aku  nekat keluar rumah dengan keadaanku yang tidak stabil. Aku berjalan menyusuri jalanan mulus melewati perkomplekan tempat aku tinggal. Belum jauh dari tempat tinggalku rasanya kaki ini sudah mulai tak kuat menopang berat tubuhku, nafasku mulai tak beraraturan. Aku duduk di tepi jalan, sambil membiarkan kakiku berselonjoran di tepi trotoar. Tiba-tiba ada yang datang, dia memanggilku dari kejauhan “Oliv, Oliv !” serunya sambil berlari menghampiriku, aku yang sedang merehatkan tubuh hanya bisa menengok dan tak menghiraukannya. Aku lihat dia tengah berlari ke arahku, “Hai kamu Oliv kan? Putrinya bapak Frans?” Tanyanya ketika dia sudah di hadapanku, aku yang merasa tidak asing dengan wajahnya, namun aku lupa akan namanya segera menjawab “Iya saya sendiri, maaf anda siapa ya?” jawabku seraya mencoba berdiri, tapi mungkin karena tubuhku menolak hampir saja aku terjatuh untung saja dengan sigap dia memegang tanganku agar aku tidak jatuh. “Aku fariz, apa kamu sudah lupa? Aku teman kamu waktu di kampung dulu? Ingat ?” Jawabnya sambil menuntunku dan membawaku kembali kerumah “Oh putranya om Heru? Iya saya ingat, bagaimana kabarmu riz? Dan kamu sekarang tinggal dimana?” tanyaku di sela nafasku yang ter engal-engal “Alhamdulillah,Baik kok. Kebetulan aku baru pindah ke rumah yang berada di depan rumah kamu!”
“Eh iya kamu ngapain disina Oliv, kamu kan sedang sakit, sebaiknya kamu istirahat dirumah, ngga baik jalan-jalan gini, apa lagi kamu sendirian!” Sambungnya
“Aku bosan di rumah Riz, ayah dan ibuku selalu melarangku main keluar rumah, yah akhirnya aku keluar tanpa sepengetahuan mereka, by the way, makasih ya udah nolongin aku “ timpaku
“Iya sama-sama Liv, udah kewajiban aku buat ngejagain kamu dari dulu, iya kan
J” jawabnya sambil terus menopangku agar tidak jatuh dan mengantarku pulang.
Fariz adalah anak dari sahabat ayahku ketika dulu kami masih tinggal di desa, dia juga yang selalu menjagaku setiap saat. 7 tahun yang lalu kami pindah ke kota karena kantor ayah memindahkan tempatnya bertugas. Jadi kami menetap di kota. Dan kini Fariz ikut ke kota karena dia kuliah dan kebetulan ayahnya sedang mengembangkan bisnis disini. Jadi dia pindah bersama keluarganya ke kota dan kebetulan rumahnya di depan rumahku. Dia diberi amanat oleh ayahku yang kini sedang berada di luar kota untuk bekerja. Mungkin beliau khawatir pula dengan aku. Tapi tak apalah toh ini demi kebaikanku pula.
Sesampainya dirumah ternyata ibu sudah menunggu di depan pintu dengan raut wajah yang sangat tegang, ketika melihatku di bopong oleh Fariz, ibu langsung menghampiriku dengan perasaan cemas. Fariz pun berpamitan karena harus membantu ayah dan ibunya berbenah barang-barang. “Saya pamit bu, tadi kan baru datang, mau bantuin Papa sama Mama dulu, besok saya kesini lagi!” seru nya “Iya nak, terima kasih udah mengantar Olivia pulang!” Jawab ibu yang di barengi senyum manis. “Sama-sama bu” dia melempar senyum dan berlalu. Ibu yang sedari tadi khawatir langsung membawaku ke kamar “Kamu kemana saja Oliv, ibu khawatir sama kamu! Kalau mau keluar bilang sama ibu, lagian kamu kan belum sehat betul sayang” tanyanya penuh kecemasan. “Maafkan aku bu, aku kayak gini karena aku bosan di kamar terus, aku bosan harus jalani hidup seperti ini, harus selalu menunggu, menunggu dan menunggu. Oliv capek bu!” jawabku. Ibu lalu datang memelukku. “Maafkan ibu nak. Maafkan ibu yang tak bisa memberimu bahagia”. Kamipun larut dalam kesedihan.
Keesokan harinya aku di kagetkan dengan adanya boneka kucing Doraemon yang tiba-tiba ada di sampingku, aku lihat tiada nama pemberinya.
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu kamarku, aku pun bangun dan membukakan pintu itu. “Pagi manis!” suara itu mengagetkanku, dan ternyata dia adalah Fariz “Haduh Fariz, kebiasaan deh. Ada apa?” tanyaku, “Nih buat kamu, gimana bonekanya? Suka?” tanyanya kembali sambil memberiku sebuah bunga mawar cantik. “Oh, jadi kamu yang ngasih aku boneka itu? Makasih ya Riz aku suka banget, tau aja kalau aku suka banget sama doraemon J” jawabku sembari memberi senyum manis. “Iya donk aku gak akan lupa kesukaan sahabatku yang manis ini” jawabnya sambil membalas senyumku. Dia memandangiku lama dari biasanya, tatapan matanya berbeda dari tatapan mata biasa. Aku yang sadar akan tatapan mata itu segera mengajaknya masuk dalam kamar. Kami berbincang-bincang lama sekali sambil melepas rindu. Wajar saja setelah 7 tahun kami tidak bertemu, kami sangatlah rindu. “Itu gitar? Kamu bisa memainkannya apa?” tanyanya sambil menunjuk gitarku yang tersandar di sisi tempat tidurku yang lain. “Bisa donk, kalo kamu?” jawabku sambil mengangkat gitar itu dan memberikannya pada Fariz “Pasti bisa donk!Kita nyanyi bareng yuk!” jawabnya. Kemudian dia mulai memetik satu persatu senar gitar itu dengan lembut.
“Segenap hatiku selalu memujamu...
Seluruh jiwa ku persembahkan untukmu
Sepenuh cintaku merindukan dirimu...
seutuh gejolak membakar hatiku

seperti cahaya hadirmu di duniaku
seperti ribuan bintang yang menghujam jantungku”


“Kau membuatku merasakan indahnya jatuh cinta
Indahnya dicintai
Saat kau jadi milikku
Kau takkan ku lepaskan
dirimu oh cintaku
teruslah kau bersemi didalam lubuk hatiku....”


Kami pun terhening setelah menyanyikan lagu favorit kita. Ternyata lagu itu juga dia sukai.
“Ternyata lagu favorit kita sama ya Riz” Ucapku sambil melempar senyum kepadanya
dia hanya tersenyum dan melanjutkan memetik gitarku melantunkan lagu santai yang membuatku larut dalam iramanya.
Hari-hariku tak lagi sepi semenjak Fariz hadir menemaniku. Dia selalu menghiburku, dia selalu memberiku kejutan-kejutan manis. Dia seperti malaikat yang diturunkan oleh tuhan tuk bahagiakanku. Aku tak lagi merasa sakit sendiri, dia menjadi semangatku untuk melawan penyakit ini. Meskipun dokter belum menemukan pendonor. Dan hidupku juga difonis tak akan lama lagi. Namun aku tak takut karena disitu ada Fariz yang membuat hari-hariku penuh dengan kebahagiaan dan lebih bermakna.
Suatu ketika, Fariz di ajak oleh Papanya untuk ikut mengembangkan bisnis di luar negeri dan menetap disana , aku ingin sekali ikut, karena aku tidak ingin kehilangannya untuk kedua kali.
“Fariz, aku ikut!” Teriakku sehingga membuatnya menoleh dan menitihkan air mata.
“Tidak Oliv, kamu harus disini, kamu harus menjalankan pengobatan disini, aku mau kamu sembuh!” jawabnya. Kemudian aku menangis, dia pun menghampiriku yang terkulai lemas berpeluh-peluh. Dan dia memelukku “Aku mencintaimu Oliv, aku akan kembali untukmu!” Ucapnya sambil memelukku erat-erat. “Aku Juga mencintai...mu” tiba-tiba, dadaku terasa sakit sekali rasanya aku tak bisa menahanya,
“Akkkkhhhh” teriakku sekenanya, entah apa yang terjadi sesaat kemudian aku tak sadarkan diri.
Beberapa hari kemudian aku siuman. Aku tak tahu dimana keberadaanku sekarang, orang yang pertamakali aku lihat di sampingku ialah ibu. “Ibu aku dimana?” tanyaku dengan suara yang sangat berat, karena aku merasa lemas sekali. “Kamu di rumah sakit sayang, kamu telah mendapan donor jantung, kamu akan sehat kembali sayang!” ibu melempar senyum di sela tangis bahagianya. Aku hanya bisa membalas senyum itu. Lalu teringatku dengan Fariz.
Dimana dia? Kenapa dia tidak ada bersama keluargku dan keluarganya yang sedang berada disini?
“Fariz dimana bu? Kok dia tidak ada disini? Apa dia benar-benar keluar negeri meninggalkanku?” tanyaku penuh rasa ingin tahu.”Dia sudah beristirahat dengan tenang Nak, dialah yang mendonorkan  jantung buat kamu!” jawabnya. Aku yang masih lemah hanya bisa menangis, aku mencoba berteriak namun aku tak sanggup. Aku hanya bisa menangis, aku mencoba mengikhlaskannya.
Ibu yang dari tadi melihatku termenung dan menangis, dia hanya bisa melihatku. “Oh iya sayang, sebelum Fariz mendonorkan jantungnya untukmu , dia menitipkan ini pada ibu untuk kamu!” Sambil memberikan sepucuk surat dari Fariz untukku.
“Olivia, sekarang kamu pasti sudah sadar kan?
Alhamdulillah, aku senang mengetahui ini. Meskipun aku tak lagi bisa berada di sampingmu lagi, tapi percayalah Oliv, jantungku akan selalu menjagamumu. Dia yang akan menggantikanku ketika kamu sendiri, ketika kamu sedang sedih.
Dan ingatlah Oliv, ketika kamu mengingatku, jantung itu akan berdegub
Ketika kamu merasa kesepian jantung itu akan berdegub
ketika kamu merasa sedih jantung itu akan berdegub 
maka kamu akan merasa kalau aku selalu ada di sampingmu walau ragaku tak menemanimu. Dan bila kau merinduku, ambil gitarmu, lantunkan lagu Menghujam Jantungku. Maka kau akan rasakan kehadiranku di sampingmu
J
karena hanya kamu yang mampu Menghujam Jantungku
J
I Love You Olivia, I Love You
Aku Mencintaimu”
Salam Kasih
Fariz
Itu pesan terakhir yang aku dapat dari Fariz. Dan aku akan berusaha untuk selalu menjaga jantung ini. Aku akan merawat jantung ini dengan baik.
Itu yang selalu membuatku semangat dan terus bersyukur dengan diberikannya kesempatanku untuk tetap menjalani hidup di dunia ini.
Terima kasih fariz, ragaku mungkin tak lagi ada jikalau jantungmu tiada diragaku. Cintaku akan tetap ada untukmu walau cinta kita tak bisa bersatu di dunia ini.
Dan aku akan berjanji tuk selalu menjaga hati ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar